Cancel culture merujuk pada tindakan memboikot atau menghentikan dukungan terhadap individu yang dianggap melakukan perilaku atau mengungkapkan pendapat yang tidak sesuai dengan norma atau etika tertentu. Fenomena slot server jepang ini banyak terjadi melalui media sosial, di mana publik secara kolektif menghakimi dan menuntut konsekuensi dari perilaku buruk yang dilakukan oleh public figure, seperti selebritas atau politisi.
Contoh Kasus Cancel Culture di Indonesia
Di Indonesia, beberapa kasus cancel culture yang mencuat ke permukaan antara lain:
- Gofar Hilman, yang kehilangan sejumlah pekerjaan setelah diduga melakukan pelecehan seksual terhadap beberapa perempuan.
- Ayu Ting Ting, yang sempat diboikot dan dilarang tampil di televisi setelah menendang kru dalam sebuah acara langsung.
- Listy Chan dan Ericko Lim, yang kehilangan banyak pengikut di YouTube setelah terlibat skandal perselingkuhan.
Kasus-kasus tersebut menunjukkan bagaimana cancel culture dapat menghancurkan reputasi seseorang dalam sekejap.
Fenomena Cancel Culture di Dunia Internasional
Di luar Indonesia, fenomena ini juga mencuat di berbagai belahan dunia, seperti:
- JK Rowling, yang diserang karena komentar yang dianggap transfobik terhadap komunitas transgender.
- Johnny Depp, yang mengalami boikot setelah tuduhan kekerasan terhadap Amber Heard, meski akhirnya terbukti sebaliknya.
- Kim Seon Ho, artis Korea Selatan yang kehilangan banyak kontrak kerja setelah dituduh memaksa mantan kekasihnya untuk melakukan aborsi.
Baca Juga : https://www.projectbolo.com/efek-negatif-cancel-culture-bagi-kesehatan-mental/
Dampak Cancel Culture
Meski cancel culture bisa menegakkan keadilan, fenomena ini juga dapat menimbulkan dampak buruk, baik bagi individu yang menjadi korban maupun masyarakat secara keseluruhan.
1. Risiko Depresi dan Gangguan Mental
Cancel culture sering berujung pada perundungan massal, yang dapat mengisolasi korban dan memperburuk kondisi mental mereka. Sebuah studi yang dipublikasikan dalam jurnal BMC Psychiatry (2017) menunjukkan bahwa perundungan semacam ini dapat meningkatkan risiko depresi, gangguan kecemasan, bahkan pemikiran untuk bunuh diri.
2. Menggali Trauma Lama pada Korban
Dalam banyak kasus, korban dari individu yang diboikot harus kembali membuka luka lama mereka sebagai bagian dari pembelaan publik. Hal ini dapat memicu trauma yang sebelumnya berusaha mereka lupakan. Ketika fenomena ini terjadi secara masif, bisa jadi mereka dipaksa untuk menghadapi trauma tersebut lagi, yang memperburuk kesehatan mental mereka.
3. Kehilangan Kebebasan Berpendapat
Salah satu dampak negatif lain dari cancel culture adalah membuat orang merasa takut untuk mengungkapkan pendapat yang berbeda. Ketakutan akan menjadi korban boikot membuat banyak orang memilih untuk diam atau menyembunyikan pendapat mereka. Akibatnya, diskusi publik bisa menjadi kurang dinamis dan terbatas pada satu perspektif saja.
Apakah Cancel Culture Selalu Buruk?
Meskipun cancel culture seringkali membawa dampak negatif, ada juga sisi positifnya. Fenomena ini dapat berfungsi sebagai bentuk pertanggungjawaban sosial yang efektif untuk individu atau institusi yang melanggar norma atau hukum yang berlaku. Cancel culture bisa menjadi alat untuk mengoreksi perilaku buruk di kalangan public figure yang sulit dihukum secara hukum.
Solusi dan Langkah Selanjutnya
Jika Anda merasa terganggu oleh dampak cancel culture, berkonsultasi dengan psikolog atau psikiater bisa menjadi langkah yang bijak. Dukungan profesional dapat membantu individu yang terdampak untuk mengatasi masalah mental yang muncul akibat perundungan atau boikot yang mereka alami.